Alih Fungsi Lahan di Serdang Bangka Selatan Ancam Ratusan Hektare Sawah Produktif
SUARABAHANA.COM — Warga Desa Serdang, Kabupaten Bangka Selatan, kian resah menyusul maraknya pembabatan hutan di hulu Sungai Kemis–Pergam untuk perkebunan kelapa sawit. Lahan yang semestinya berfungsi sebagai daerah aliran sungai (DAS) dan benteng air kini berubah menjadi hamparan tanaman sawit. Kondisi tersebut dikhawatirkan mengancam sumber air utama yang menopang ratusan hektare sawah produktif di wilayah itu.
Keresahan warga mencuat dalam kegiatan reses Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rina Tarol dan Musani atau akrab disapa Bujui, di Desa Serdang pada Rabu (17/9/2025). Dalam forum tersebut, masyarakat mendesak pemerintah segera menghentikan aktivitas perusahaan sawit yang dinilai tidak berizin dan merusak keseimbangan lingkungan.

Agus, salah seorang warga Desa Serdang, menuturkan bahwa alih fungsi hutan di kawasan hulu sungai berlangsung masif tanpa melibatkan masyarakat. Ia mengaku warga tidak memiliki kekuatan untuk melawan aktivitas perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut.
“Masalah DAS ini yang paling ditekankan karena terkait air. Hutan dan hulu Sungai Kemis–Pergam sudah habis digarap oleh perusahaan sawit,” ujar Agus.
Menurutnya, masyarakat merasa terjebak dalam situasi sulit. “Kami takut melawan karena bisa dianggap pidana kalau mencabut tanaman sawit itu. Padahal dari DLH dan Kehutanan disebut aktivitas di DAS Kemis itu tidak berizin. Kami minta segera dihentikan,” tegasnya.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Desa Serdang, Sutrisno, menjelaskan bahwa embung dan aliran Sungai Pergam sangat vital bagi kehidupan pertanian warga. Air dari hulu sungai menjadi satu-satunya sumber pengairan untuk sawah produktif yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi masyarakat.
“Kalau kondisi ini dibiarkan, ancaman gagal panen semakin nyata. Petani akan kesulitan mengairi sawah, dan ketahanan pangan lokal pun terancam,” kata Sutrisno.
Ia menambahkan, para petani kini merasa semakin tertekan karena selain menghadapi biaya produksi yang meningkat, mereka juga harus berhadapan dengan masalah pasokan air yang semakin menipis akibat kerusakan lingkungan di daerah hulu.
Menanggapi keluhan warga, Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rina Tarol, menegaskan bahwa alih fungsi lahan pertanian tanpa izin tidak hanya melanggar aturan hukum, tetapi juga berpotensi memicu konflik sosial di tengah masyarakat.
“Pergam, Serdang, termasuk Bikang dan Rias punya lahan pertanian strategis. Tapi faktanya banyak alih fungsi yang dibiarkan. Kalau ini didiamkan, masyarakat akan semakin tertekan,” ujar Rina.
Sementara itu, Musani Bujui memastikan seluruh aspirasi masyarakat akan dibawa ke pembahasan di DPRD. Menurutnya, keluhan yang muncul tidak hanya soal air, tetapi juga berkaitan dengan infrastruktur pertanian hingga persoalan pemasaran hasil panen.
“Kami serap langsung keluhan masyarakat di lapangan, mulai dari masalah air, jalan pertanian, hingga pemasaran gabah. Semua itu akan kita bawa ke dewan,” tegas Bujui.
Warga Desa Serdang kini menaruh harapan besar pada langkah konkret pemerintah daerah maupun provinsi dalam menyelesaikan persoalan ini. Bagi mereka, menjaga DAS Serdang–Pergam bukan sekadar soal ketersediaan air, tetapi juga menyangkut keberlangsungan pertanian dan masa depan pangan di Bangka Selatan.
Kondisi hutan yang kian menyusut akibat alih fungsi sawit berpotensi memperparah kerusakan lingkungan, memicu kekeringan, serta mengancam stabilitas sosial dan ekonomi desa. Jika dibiarkan, bukan hanya petani yang dirugikan, melainkan juga masyarakat luas yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian.
Dengan semakin gencarnya desakan masyarakat, kini bola berada di tangan pemerintah untuk segera bertindak. Penegakan hukum atas aktivitas ilegal di kawasan hulu sungai serta upaya pemulihan lingkungan menjadi langkah mendesak agar sawah-sawah produktif di Serdang tetap dapat menghidupi warganya.