DPRD dan Eksekutif: Mitra Kritis atau Mitra Bisnis?
Opini Publik
Oleh: Martono
DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki fungsi strategis dalam sistem pemerintahan daerah. Selain legislasi dan penganggaran, pengawasan terhadap jalannya eksekutif merupakan peran penting yang seharusnya dijalankan dengan sungguh-sungguh.
Namun, kenyataan di lapangan sering kali memperlihatkan lemahnya pengawasan DPRD terhadap kinerja pemerintah daerah. Kondisi ini menimbulkan dampak serius bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Kelemahan pengawasan DPRD terlihat dari minimnya sikap kritis terhadap program eksekutif, terutama dalam hal penggunaan anggaran. Banyak laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah diterima begitu saja, tanpa kajian mendalam dan evaluasi yang tajam.
Hal ini menyebabkan potensi penyimpangan anggaran, proyek mangkrak, maupun program tidak tepat sasaran luput dari perhatian lembaga legislatif. Salah satu penyebab lemahnya fungsi pengawasan adalah hubungan yang terlalu dekat antara legislatif dan eksekutif.
Alih-alih menjadi mitra kritis, sebagian anggota DPRD justru terjebak dalam kompromi politik. Kondisi ini menciptakan ruang transaksional, di mana fungsi kontrol berubah menjadi sekadar formalitas untuk melanggengkan kepentingan tertentu. Pertanyaannya di kepala rakyat, DPRD dan Eksekutif: Mitra Kritis atau Mitra Bisnis?
Selain itu, keterbatasan kapasitas anggota DPRD juga memperparah situasi. Tidak semua legislator memiliki kemampuan analisis anggaran, pemahaman regulasi, atau wawasan pembangunan yang memadai. Padahal, untuk mengawasi jalannya eksekutif, dibutuhkan kompetensi teknis yang kuat agar setiap kebijakan dapat ditelaah dengan obyektif dan berbasis data.
Lemahnya pengawasan DPRD berdampak langsung pada kualitas tata kelola pemerintahan daerah. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kabur ketika kontrol dari legislatif tidak berjalan. Akibatnya, praktik-praktik penyalahgunaan wewenang, pemborosan anggaran, hingga tindak korupsi lebih mudah tumbuh subur di lingkungan birokrasi.