Oleh: Martono – Redaktur Pelaksana Suarabahana.com

DI KOTA SURYA, kabut pagi selalu menyelimuti gedung-gedung megah yang diagung-agungkan sebagai simbol kemajuan. Tapi di balik kemilau kaca dan beton, tersimpan rahasia busuk yang hanya dibisikkan di warung-warung kopi. Arka, seorang jurnalis muda, menatap layar komputernya sambil menggigit pulpen. Matanya menatap dokumen proyek “Jalan Lestari” senilai Rp200 miliar yang mangkrak setengah jalan.

“Mereka pikir rakyat bodoh,” gumamnya. Sudah setahun proyek itu terbengkalai, tapi Bupati Harso Wijaya tetap tersenyum lebar di spanduk-spanduk kampanye. Foto wajahnya yang gembira terpampang di setiap sudut kota, seolah tak ada yang salah.

Malam itu, Arka menyusuri jalan berlubang di kawasan Kumuh Serayu. Seorang nenek, Bu Tini, menarik lengan Arka. “Lihat itu, Nak,” bisiknya sambil menunjuk tiang listrik miring yang nyaris roboh. “Dana perbaikan listrik tahun lalu raib, kata kepala desa. Tapi anakku tewas tersetrum minggu lalu…” suaranya tercekat.

Foto ilustrasi. Sumber foto: canva.com.
Foto ilustrasi. Sumber foto: canva.com.

Di balik layar, Kepolisian Resor Kota Surya justru sibuk menghapus laporan warga tentang proyek fiktif. AKBP Darma, Kapolres yang baru saja membeli villa di Puncak, menghela napas. “Urusan proyek pemerintah bukan wewenang kami,” katanya pada Arka saat diwawancarai. Matanya tak pernah bertemu tatapan sang jurnalis.

Sementara itu, di Hotel Grand Surya, Bupati Harso dan sekelompok kontraktor berpesta dengan kaviar dan sampanye. “Proyek berikutnya kita mark-up 300%, biar bisa beli helikopter baru,” canda Harso sambil mengacungkan gelas. Suara tawa mereka menggema di ruangan berlapis emas.

Arka tak bisa diam. Ia menyamar sebagai pekerja proyek untuk menyusup ke gudang dinas PU. Yang ia temukan membuat darahnya mendidih: tumpukan semen palsu, besi hollow tipis seperti kaleng, dan dokumen pengadaan fiktif. Saat ia mengeluarkan kamera, lampu gudang tiba-tiba padam.

Baca juga:  Maras Babel Season 3: Pemkot Dukung Inisiatif HMI Babel Tingkatkan Pariwisata

“Kau pikir kami tidak tahu kau mengendap-endap?” suara kasar terdengar dari belakangnya. Dua preman bermuka sangar menghadang. Arka lari, tetapi harddisk berisi bukti direbut paksa. “Sampaikan ke atasanmu, nyawa tak seharga berita,” ancam mereka.

Keesokan harinya, koran lokal memberitakan “Kecelakaan Misterius Jurnalis Muda”. Arka selamat, tapi laptop dan arsipnya lenyap. Kepala redaksi memarahinya: “Kau mau mati untuk kota sampah ini? Mereka punya tentara bayaran!”

Di balik meja kerjanya yang mewah, Bupati Harso tersenyum melihat berita itu. “Beri hadiah ke Kapolres Darma. Kerja bagus,” perintahnya pada sekretaris. Sebuah amplop cokelat tebal berisi uang dollar segera dikirim ke rumah dinas Kapolres.

Sementara warga Kumuh Serayu semakin menderita. Sekolah SD ambrol diterjang hujan, padahal dana rehab sudah dicairkan 3 kali. Guru-guru mengajar di bawah tenda reyot, sementara anak Bupati bersekolah di Singapura.

Arka nekat menghubungi Komisi Pemberantasan Korupsi pusat. Tapi teleponnya disadap. Malam itu, preman kembali datang. Kali ini, mereka membakar rumah Bu Tini yang melaporkan kasus listrik. “Jangan cari masalah!” teriak mereka sebelum pergi.

Kapolres Darma justru menggelar konferensi pers: “Kami prioritaskan keamanan investor!” katanya, sambil berdiri di depan banner proyek mall mewah milik sepupu Bupati. Tak seorang pun bertanya tentang kasus pembakaran rumah Bu Tini.

Di kedai kopi, Arka bertemu Riani, mantan akuntan dinas keuangan yang dipecat karena menolak manipulasi laporan. “Lihat ini,” bisik Riani, memberikan flashdisk berisi transfer mencurigakan ke rekening Swiss. “Mereka sudah merampok Rp1,2 triliun dalam 5 tahun.”

Tapi ketika Arka hendak mempublikasikannya, halaman media online tiba-tiba error. Server kantor redaksi diserang hacker. “Ini peringatan terakhir,” pesan anonim muncul di layar. Kepala redaksi memecat Arka dengan alasan “melanggar kode etik”.

Baca juga:  Bupati Basel Riza Herdavid Lantik dan Ambil Sumpah 170 PPPK Guru

Putus asa, Arka menyebarkan bukti ke media sosial. Video proyek fiktif dan dokumen mark-up menjadi viral. Tapi dalam hitungan jam, akun-akun buzzer politik membanjiri kolom komentar: “Hoax! Pemerintah kita bersih!” Sebuah akun palsu mengunggah foto Arka berpesta dengan narkoba.

Bupati Harso tampil di TV nasional dengan muka prihatin: “Kami korban fitnah asing yang ingin menghancurkan pembangunan!” Tangannya dengan santai memainkan arloji Rolex senilai Rp2 miliar.

Malam harinya, Arka diculik. Ia dibawa ke gudang kosong tempat Bupati Harso dan Kapolres Darma sudah menunggu. “Kau pikir kami takut pada tikus kecil sepertimu?” geram Harso. Darma mengangguk, tangan di atas pistol di pinggangnya.

Tapi tiba-tiba sirine meraung. Rupanya Riani mengirim semua bukti ke LSM anti-korupsi internasional. KPK tiba dengan puluhan mobil. Warga Serayu yang marah berkerumun di luar, membawa bambu runcing dan obor.

“Kalian pikir bisa kabur?” teriak seorang ibu yang anaknya tewas di sekolah ambruk. Kerumunan warga semakin besar. Untuk pertama kalinya, wajah Bupati Harso pucat. Darma berusaha kabur, tapi dihadang massa.

Dua bulan kemudian, pengadilan memvonis Harso 20 tahun penjara. Darma dipecat dan asetnya disita. Tapi Arka tahu ini bukan akhir. Di ruang sidang, ia melihat para kontraktor yang dulu berpesta di Grand Surya masih bebas berkeliaran.

Kota Surya berganti nama. Jalan-jalan diperbaiki, tapi proyek baru segera dimulai. Wajah Wakil Bupati yang dulu diam saat korupsi merajalela, kini tersenyum di baliho-baliho baru.

Arka duduk di warung Bu Tini yang sudah direnovasi. “Kemenangan kecil, Bu,” katanya. Tapi Bu Tini menggeleng: “Uang yang dikembalikan negara tak cukup untuk air mata kami.”

Malam itu, Arka menerima paket misterius. Isinya: rekaman pembicaraan Wakil Bupati dengan pengusaha tambang ilegal. Rupanya lingkaran setan itu belum berakhir.

Baca juga:  Launching Aplikasi di Comand Centre, Bupati Basel: Jangan Ceremonial, Terapkan

Di kejauhan, lampu proyek mall mewah baru berkedip-kedip. Suara mesin berat menggema, seolah mengejek perjuangan Arka. Tapi kali ini, ia tak sendirian. Riani dan puluhan aktivis muda berdiri di belakangnya.

Kabut pagi kembali menyelimuti Kota Surya. Tapi kali ini, di balik kabut, puluhan mata terjaga mengawasi setiap gerak para perampok berdasi. Perang melawan korupsi mungkin tak pernah berakhir, tapi selama masih ada yang berani bersuara, harapan itu tetap hidup.

Catatan: cerita ini fiksi, tetapi terinspirasi dari realita yang terjadi di banyak daerah. Setiap tokoh dan peristiwa adalah rekaan.