SUARABAHANA.COM — Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama Yayasan Tahija menggelar kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Ekowisata dengan fokus pada penyusunan rencana dan pemanduan paket wisata berbasis lingkungan.

Kegiatan berlangsung di Hotel Santika, Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, pada Senin (6/10/2025), dan diikuti oleh sejumlah pemangku kepentingan dari pemerintah, komunitas, dan pelaku wisata.

Kegiatan yang digelar selama dua hari, 6–7 Oktober 2025 ini, merupakan bagian dari program Serumpun Babel — sebuah inisiatif konservasi hutan mangrove di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang menitikberatkan pada perlindungan ekosistem pesisir dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama Yayasan Tahija menggelar kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Ekowisata di Hotel Santika, Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, pada Senin (6/10/2025). Kredit foto: istimewa.
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama Yayasan Tahija menggelar kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Ekowisata di Hotel Santika, Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, pada Senin (6/10/2025). Kredit foto: istimewa.

Ketua penyelenggara kegiatan sekaligus Sustainable Practice Senior Manager YKAN, Kiki Anggraini, menjelaskan bahwa bimtek ini bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai potensi besar ekowisata mangrove dalam mendukung ekonomi berkelanjutan.

“Kegiatan ini membahas tentang peluang pengembangan wisata di kawasan Desa Rebo, Kota Kapur, dan Kota Waringin. Melalui bimtek ini, kami ingin menunjukkan bahwa ekowisata bukan sekadar wisata biasa. Ia memiliki nilai lebih, baik dari sisi ekonomi maupun pelestarian lingkungan,” ujar Kiki Anggraini.

Menurutnya, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata menjadi kunci keberhasilan konservasi. Selain menjaga kelestarian hutan mangrove, masyarakat juga dapat memperoleh manfaat ekonomi dari kegiatan wisata berbasis alam tersebut.

“Ekowisata memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Lingkungan yang lestari justru menciptakan peluang ekonomi baru. Karena itu, penting bagi masyarakat memahami bagaimana menjaga alam sambil memanfaatkannya secara bijak,” tambahnya.

Pemerintah Provinsi Bangka Belitung menyambut baik inisiatif ini. Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata Babel, Irwanto, yang hadir membuka kegiatan, menilai program YKAN dan Yayasan Tahija sejalan dengan arah pembangunan pariwisata berkelanjutan di daerah tersebut.

“Pelestarian hutan mangrove sangat positif, dan kami dari Dinas Pariwisata tentu mendukung penuh. Bila dikelola dengan baik, kawasan mangrove dapat menjadi destinasi wisata unggulan yang berdampak langsung pada peningkatan ekonomi masyarakat,” ujar Irwanto.

Ia juga mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan mangrove, mengingat kawasan tersebut memiliki fungsi ekologis dan ekonomis yang sangat vital. Mangrove tidak hanya berperan dalam menahan abrasi pantai, tetapi juga menjadi habitat penting bagi berbagai biota laut seperti ikan, udang, dan kepiting.

Beberapa kawasan mangrove di Bangka Belitung saat ini telah dikembangkan menjadi destinasi wisata, di antaranya di Desa Tukak, Desa Kurau, serta sejumlah lokasi di Pulau Belitung.

Sementara itu, Kepala Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Sigambir Kotawaringin, Tanaim, menyampaikan apresiasi atas inisiatif YKAN dan Yayasan Tahija yang telah memberikan edukasi kepada masyarakat pesisir. Menurutnya, kegiatan seperti ini berkontribusi besar terhadap upaya pelestarian hutan mangrove yang kini menghadapi ancaman alih fungsi lahan dan degradasi lingkungan.

“Kami berterima kasih kepada YKAN dan Yayasan Tahija yang telah memberikan edukasi kepada masyarakat di kawasan pesisir, terutama di Desa Rebo, Kota Kapur, dan Kotawaringin. Kawasan ini memang perlu perhatian serius agar ekosistemnya kembali pulih,” jelas Tanaim.

Ia berharap hasil dari bimtek ini dapat diimplementasikan melalui aksi nyata di lapangan, termasuk kegiatan penanaman kembali mangrove dan penguatan kelompok masyarakat pengelola wisata pesisir.