Ekspansi Sawit Ancam Sumber Air dan LP2B di Kawasan Bendungan Mentukul Rias
SUARABAHANA.COM – Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) secara tegas memperingatkan masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas ilegal di area sempadan irigasi.
Hal ini terlihat dari sebuah papan pengumuman resmi yang terpasang di salah satu kawasan irigasi milik negara di wilayah Bendungan Mentukul Desa Rias Toboali, Bangka Selatan.
Papan tersebut memuat larangan keras terhadap tiga jenis pelanggaran, yakni:
* Mendirikan bangunan di wilayah sempadan irigasi;
* Memanfaatkan air dari saluran irigasi tanpa izin;
* Melakukan kegiatan yang menyebabkan kerusakan sumber air dan prasarananya, serta/atau pencemaran air.

Larangan ini bukan hanya imbauan biasa. Masyarakat yang melanggarnya bisa dikenai ancaman pidana maksimal 9 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar, sebagaimana tertulis jelas di papan tersebut.
Dasar hukum yang digunakan untuk mengatur ketentuan ini adalah Undang-Undang Sumber Daya Air Nomor 17 Tahun 2019, khususnya Pasal 68 hingga 74.
Selain dasar hukum lainnya adalah Peraturan Menteri PUPR No.08/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi.
Regulasi ini menegaskan bahwa aset negara di sektor sumber daya air harus dilindungi dengan ketat demi menjamin keberlanjutan pengelolaan air untuk kebutuhan pertanian.
Langkah preventif seperti pemasangan papan peringatan ini diharapkan bisa meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak sembarangan memanfaatkan fasilitas negara, khususnya yang berkaitan dengan irigasi dan pengairan.
Papan peringatan ini mengingatkan kita semua bahwa aset negara bukan untuk dimanfaatkan secara pribadi tanpa izin.
Irigasi sebagai bagian dari prasarana vital negara memainkan peran penting dalam ketahanan pangan dan pengendalian banjir.
Penggunaan air irigasi harus sesuai dengan aturan dan mendapatkan persetujuan dari instansi terkait.
Pelanggaran terhadap hal ini bukan hanya berdampak hukum, tetapi juga dapat merusak ekosistem air dan memicu konflik sosial.
Namun jika kita lihat kondisi yang terjadi di lapangan, papan pengumuman resmi oleh pihak pemerintah tersebut seakan-akan tiada artinya.
Aksi perambahan lahan untuk perkebunan kelapa sawit di wilayah hulu Bendungan Mentukul Desa Rias Toboali, yang menjadi sumber air, seolah-olah dibiarkan saja.
Entah karena faktor apa, tapi sejumlah masyarakat petani dan pemilik lahan pertanian di kawasan salah satu lumbung pangan terbesar di Bangka Belitung resah. (klik link berita:
Koordinator petani dalam RDP di DPRD Bangka Selatan, Hidayat Tukidjan, dalam wawancara dengan wartawan menyampaikan bahwa niat pemerintah untuk menjadikan Desa Rias sebagai lumbung pangan Bangka Belitung tidak akan pernah terwujud jika kawasan resapan air di wilayah itu dirambah untuk perkebunan kelapa sawit.
“Kami berharap Pemkab Bangka Selatan berpihak kepada masyarakat khususnya masyarakat petani yang ada di Kabupaten Bangka Selatan. Kami akan menurunkan warga petani yang lebih besar jika hal ini tidak diindahkan,” ungkapnya, Selasa 22 April 2025.
Alhasil, Program Ketahanan Pangan Presiden Prabowo sangat kontras dengan Maraknya Ekspansi Sawit di Bangka Selatan khususnya di kawasan Bendungan Mentukul.
Presiden Prabowo menekankan bahwa tidak ada negara yang bisa hidup tanpa adanya pangan. Untuk itu, Presiden mengapresiasi partisipasi aktif berbagai pihak turut mewujudkan dan memastikan ketahanan pangan nasional terpenuhi.
Jauh sebelum booming-nya kelapa sawit, Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan telah menetapkan kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (P2B) dalam dokumen Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Daerah dengan total luas mencapai 35.000 hektar.
Hal ini ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Selatan (Basel) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang ditetapkan di Toboali pada Maret 2016 dan ditandatangani oleh Bupati Bangka Selatan saat itu, Justiar Noer.
“Kawasan Pertanian Pangan berkelanjutan yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah ditetapkan dengan luas 35.000 (tiga puluh lima ribu) Hektar,
terdiri dari Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas 15.869,34 (lima belas ribu delapan ratus enam puluh Sembilan koma tiga puluh empat) Hektar dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas 19.130,66 (sembilan belas ribu seratus tiga puluh koma enam puluh enam) Hektar,” bunyi pasal 9 ayat 1 Perda tersebut.
Penetapan kawasan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan lahan pertanian demi keberlangsungan produksi pangan jangka panjang dan mendukung ketahanan pangan daerah.
Dari total luasan tersebut, dibagi menjadi dua kategori utama. Pertama, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) seluas 15.869,34 hektar.
Lahan ini merupakan areal yang telah ditetapkan secara tegas sebagai wilayah pertanian yang tidak boleh dialihfungsikan demi memastikan keberlanjutan produksi pangan pokok.
Kedua, terdapat Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) seluas 19.130,66 hektar, yang berfungsi sebagai penyangga atau cadangan apabila terjadi konversi yang tak terhindarkan atau untuk pengembangan kawasan pertanian ke depan.
Perda ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yang mengatur pentingnya mempertahankan lahan produktif demi menjamin ketersediaan pangan nasional.